24 Mei 2025
Gugatan Lingkungan Hidup Untuk Mencabut Rencana Pembangunan PLTU Jawa 3/ TJA Cirebon dari RUPTL 2021-2030
SIARAN PERS, 15 Januari 2025 — Sebuah langkah penting dalam upaya melindungi lingkungan hidup di Indonesia telah dimulai. Tim Advokasi Hak atas Keadilan Iklim, secara resmi telah mengajukan gugatan lingkungan hidup terhadap rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 3/Tanjung Jati A (TJA) di Cirebon yang tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada tanggal 2 Desember 2024. Dimana Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sebagai penggugat dalam perkara ini.
Gugatan ini didasarkan pada sejumlah alasan mendasar yang mencakup potensi kerusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, serta ketidaksesuaian proyek ini dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Paris,.
Koalisi masyarakat sipil mendesak pemerintah dalam hal ini Menteri ESDM untuk segera mengeluarkan proyek PLTU Jawa 3/TJA Cirebon dari RUPTL 2021-2030 demi memastikan keberlanjutan lingkungan hidup. Dalam gugatan ini, kami menegaskan bahwa rencana proyek PLTU berbahan bakar batu bara dengan kapasitas 2x660 MW tersebut berkontribusi kepada perubahan iklim. Proyek ini diperkirakan akan menghasilkan lebih dari 480 juta ton emisi karbon.
Selama masa operasinya, PLTU Jawa 3/TJA Cirebon dinilai mengancam kelestarian lingkungan serta berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan hidup dalam wujud penurunan kualitas udara, kesehatan publik, penurunan kualitas air laut, serta semakin parahnya perubahan iklim. Pembangunan dan Operasional PLTU Jawa 3/TJA Cirebon berpotensi membebani keuangan negara. Saat ini, kondisi kelistrikan jawa-Bali sudah kelebihan pasokan. Tambahan produksi listrik dari PLTU Jawa-3/ Tanjung Jati A di Jawa-Bali, membuat resiko tidak terserapnya listrik ke konsumen semakin tinggi.
Sementara itu PT. PLN terbebani untuk membayar listrik yang dihasilkan sesuai dengan kesepakatan Perjanjian Jual Beli. Dalam perjanjian tersebut, PLN harus membeli semua tenaga listrik yang dihasilkan oleh pengembang swasta, walaupun tenaga listrik tersebut tidak terserap oleh pasar. Skema ini dikenal sebagai sistem take or pay.
Sampai saat gugatan ini dilayangkan PLTU Jawa-3/ TJA masih belum mendapatkan pendanaan dari lembaga keuangan untuk melakukan pembangunan. Hal tersebut dapat dilihat dalam RUPTL PLN 2021-2030 statusnya masih pendanaan. Bahkan status tersebut tidak pernah berubah sejak tahun 1997.
Pada tahun 2022 Tim Advokasi Hak atas Keadilan Iklim pernah mengajukan gugatan izin lingkungan PLTU Jawa-3/pltu tja di PTUN Bandung. Putusan tersebut pada pokoknya membatalkan izin lingkungan dan telah berkekuatan hukum tetap. Putusan ini menguatkan pandangan tim advokasi hak atas keadilan iklim bahwa perencanaan PLTU Jawa-3/ Tanjung Jati A harus dikeluarkan dari RUPTL PLN 2021-2030.
Gugatan Lingkungan Hidup yang kami ajukan diharapkan dapat mendorong pemerintah untuk memprioritaskan energi bersih dan menghentikan ketergantungan pada energi fosil.
Gugatan ini menjadi penanda penting dalam upaya perlindungan lingkungan dan komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi karbon di tengah desakan global untuk menghentikan pembangunan pembangkit listrik berbasis batu bara.
Atas alasan diatas maka kami menuntut: 1. Menteri ESDM untuk mencabut rencana pembangunan PLTU Jawa 3/ TJA Cirebon dari RUPTL 2021-2030 atau RUPTL selanjutnya. 2. Transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan infrastruktur energi…. 3. Pemerintah pusat tidak mesti memaksakan terus pembangunan PLTU kotor dan juga tidak harus ada rencana pembangunan listrik dengan akternatif baru karena pasokan listrik di Jawa Barat sudah mencukupi. 4. Lahan yang sudah berpindah pada perusahan segera ambil alih negara dan berikan kembali pengusaan haknya kepada Masyarakat.
Pernyataan Walhi Jabar, yakni Pembangunan PLTU berbahan bakar fosil tidak hanya akan memberikan praktek kotor dalam kegiatannya, pada proses perencanaanya pun sangat kotor, dapat kita lihat bersama di beberapa tempat praktek korupsi sangat berpotensi terjadi, fakta yang terjadi dapat kita lihat di PLTU 2 Cirebon, PLTU I Indramayu serta praktek korupsi di PLTU Riau. lebih jauh dari itu negara akan terus terbebani oleh beban hutang untuk menjalankan pembangunan tersebut. proyek PLTU Batubara akan terus meberikan kontribusi buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat baik nelayan serta buruh tani ke depan, biaya pemulihan akan semakin besar dan tidak akan sebanding dengan kerusakan yang akan muncul oleh aktivitas kotor tersebut, nelayan akan semakin terjepit buruh tani pun akan kehilangan akses ruang dan merenggut mata pencaharian yang selama ini menghidupi kehidupan mereka.
Maka dengan itu, Walhi mendesak pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian ESDM agar tidak ambisi untuk menjankan terus pembanguan PLTU yang akan mengancam keselamatan rakyat dan memperburuk kerusakan lingkungan kedepan. tidak merencanakan serta memasukan rencana baru sebagai alternatifnya, dan berikan pengusaan penuh untuk mengelola lahan kepada masyarakat setempat” ujar Wahyudin Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat.
LBH Bandung dalam Perjalanan tim advokasi hak atas keadilan iklim atas rencana pembangunan PLTU Tanjung Jati a sudah cukup panjang.
Sebelumnya, telah ada putusan progresif yang membatalkan AMDAL dari perencanaan PLTU Tanjung Jati A, karena dalam AMDAL tersebut tidak mempertimbangkan unsur perubahan iklim. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap itu tidak direspon pemerintah. Meskipun di lapangan pembangunan PLTU Tanjung Jati A belum dilanjut, namun secara administratif rencanan pembangunannya masih tercantum dalam Rencana Umum Pembangunan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2021-2030.
Dokumen tersebut menjadi dasar dari rencana pembangunan ketenagalistrikan di Indonesia. Maka, masih ada kemungkinan PLTU Tanjung Jati A akan tetap dibangun meskipun telah ada putusan pengadilan yang membatalakan izin lingkungannya. Tindakan pemerintah yang tidak mencabut PLTU Tanjung Jati A dari RUPTL 2021-2030, setelah ada nya putusan PTUN Bandung yang berkekuatn hukum tetap menunjukan tindakan pemerintah yang tidak mengindahkan putusan pengadilan.
Maka, kami menggugat Menteri ESDM untuk mengeluarkan PLTU Tanjung Jati A dari RUPTL 2021-2030 melalui PTUN Jakarta. Gugatan ini masih ada beberapa nilai yang sama dari gugatan sebelumnya. Yakni scientific evidence. Jawa barat ini lumbung PLTU. Jika ditambah lagi PLTU baru, akan menambahkan beban ekologis. Hasil analisis Mark Chernaik, saksi ahli dari Environmental Law Alliance Worldwide (ELAW) mengatakan, PLTU Tanjung Jati A akan melepaskan emisi karbon sebesar 7 juta ton CO2 setiap tahunnya dan 220 juta ton CO2 selama 30 tahun. PLTU ini juga akan memberikan kerugian ekonomi sosial sebesar 6,7-22 triliun oleh karena pelepasan karbon.
Kami menggugat ini untuk merefleksikan bahwa negara perlu mengakselerasi putusan yang telah kami gugat sebelumnya. Konsistensi negara dalam proyek hilirasasi masih berlanjut di masa pemerintahan Prabowo. Ada beberapa dasar yang nilai nya masih sama, Kita bertanya pada negara bagaimana konsistensinya merespon perubahan iklim.
Kemungkinan pembangunan masih akan tetap terjadi. Dokumennya masih difasilitiasi. Bukan hanya kerusakan lingkungan, tapi juga ekonomi yang akan berdampak pada rakyat. Oversupply akan menjadi hutang negara yang akan ditanggung rakyat. Secara kerangka kebijakan. Dari wilayah-wilayah yang terdampak PLTU, ada beberapa catatan terkait ruang. Selain kesehatan juga dampak buruk ekonomi. Perubahan ruang, tentunya ada perubahan struktur sosial.
Semula petani, karena dipakai PLTU jadi kehilangan lahannya. Nelayan, dengan bahan bakar yang tinggi, harus melaut lebih jauh dan memakan cost yang lebih besar. Kami menilai ini sebagai kerugian juga. Maka kami menekankan, meminta menteri ESDM untuk mencabut PLTU TJ A dari RUPTL 2021-2030. Mengapa gugatan di PTUN Jakarta, berkaitan dengan politik hukum dari uu ciptakerja mengenai segala kebijakan mengenai pltu disentralistikan ke meneteri ESDM.
Saat ini kami telah menggugat, namun dari tergugat menteri ESDM masih belum membalas. Ini bukan hanya semata gugatan terhadap PLTU, tapi kami juga menagih kewajiban negara terhadap pemenuhan hak atas lingkungan hidup. Ini juga sebagai upaya untuk memajukan langkah ekologis. Pemerintah tidak pernah tuntas dan tegas untuk tidak menggunakan energi batubara. Tidak sesuai dengan Paris Agreement.
Kami harap teman-teman dapat mendukung gugatan kami. Kami akan terus mendorong di ranah peradilan agar aparat di pengadilan khususnya hakim aware terhadap dampak buruk perubahan iklim.
KARBON (Koalisi Masyarakat Bersihkan Cirebon). Di sini kami memberikan pandangan sebagai warga terdampak PLTU di Cirebon. Adanya PLTU Tanjung Jati A ini menurut kami langkah yang sangat aneh. PLTU 1 mau pensiun dini, malah dibangun 2 sudah operasi dan ini mau dibangun 3. Dari awal gugatan kemarin LBH Bandung, WALHI telah berhasil untuk membatalkan AMDAL. Namun, secara administratif PLTU Tanjung Jati A masih ada di RUPTL.
Kami sangat setuju dengan langkah yang diambil oleh tim advokasi. Banyak dampak dari adanya pembebasan lahan itu. Nelayan cirebon sekarang tidak melaut di Cirebon. Banyak petani penambak karang banyak mengeluhkan, mereka sangat kesusahan dengan adanya pembukaan akses jalan menuju pltu tj a. Lahannya banyak digusur, hasil tambak garam tidak sebanyak dahulu.
Poin kami 1, dari masyarakat cirebon, tolong PTUN jakarta menindaklanjuti gugatan ini agar proyek ini selesai, keluar dari perencanaan. Agar lahan kami juga kembali digunakan oleh masyarakat untuk hal yang bermanfaat.(***)
